Meluruskan Sejarah '65
http://www.kbr68h.com/berita/nasional/13057-meluruskan-sejarah-65
Yohana Purba
KBR68H - Tragedi September 1965 masih menjadi bagian sejarah yang kabur di negeri ini. Berbagai kajian dibuat, terutama setelah era kebebasan pasca Suharto lengser. Namun, tetap belum ada titik terang apa yang sesungguhnya terjadi 46 tahun silam. Generasi muda saat ini menjadi korban ketidaktahuan akibat sejarah tunggal versi Orde Baru. Namun berbagai upaya dilakukan untuk membuka sedikit demi sedikit ruang kebenaran. Reporter KBR68H, Johana Purba menanyai sejumlah anak muda terkait sejarah '65 dan bertemu para guru sejarah yang mencoba ambil bagian dalam menyampaikan versi yang lebih berimbang.
Anak Muda dan Sejarah '65
KBR68H menanyai beberapa anak muda tahu tentang peristiwa G30S.
Dina, siswi kelas 12 SMA 107, Cakung, Jakarta Timur menjawab.
"G30S itu kan tentang pemberontakan sebelum proklamasi dari para pemuda untuk meningkatkan semangat para pejuang yang sudah tua itu."
Bagaimana dengan Kiki, juga siswa kelas 12 di SMA 107?
"Apa ya? (tertawa-red) inget... inget apa ya? Enggak karena waktu itu kan sempat disuruh nonton, tetapi enggak pernah jadi. Jadi kita tidak pernah tahu gimana. Cuma dijelasin, udah gitu ngantuk."
Ratri, siswa kelas 11, SMA Muhammad Husni Thamrin, Jakarta, menjawab pertanyaan yang sama.
"Dari sisi mana, soalnya kan luas banget.Yang aku tahu mulai dari latar belakang, yang terlibat, konflik di dalamnya. Jadi yang pasti sekarang banyak banget pro-kontra, dan orang yang merasa disalahkan. Yang pasti buat Ratri itu sejarah banget karena kita memperjuangkan Pancasila itu sendiri."
Satu lagi, Ai Fatmawati, siswa kelas 12 SMA Muhammad Husni Thamrin menjelaskan pemahamannya tentang peristiwa G30S
"G30S itu gerakan 30 september yang dilakukan oleh PKI. Jadi PKI menculik jendral-jendral yang berpengaruh di Indonesia terus pertama mereka disakiti dulu lalu dibunuh. Tetapi ada selamat kan. Tujuanya, untuk meruntuhkan ideologi pancasila untuk diganti ideologi PKI."
Partai Komunis Indonesia PKI menjadi hantu yang masih melekat di benak sebagian anak muda. Selama 32 tahun Orde Baru menuduh partai itu sebagai dalang peristiwa 65.
Ai Fatmawati dengan mantap menjawab.
"Percaya soalnya kakek saya kan tentara. Nah saya pernah diceritakan tentang G30S. jadinya saya percaya."
Sementara Tria Junita, siswi kelas 12 SMA Muhammad Husni Thamrin mempercayai isi buku pelajaran sekolah.
"Percaya aja, karena saya bingung, daripada saya pusing. Mending percaya aja. Karena dulu di buku SD saya baca begitu. Meskipun saya sekarang udah agak lupa. Tetapi saya percaya."
Namun tidak semua anak muda yakin dengan tuduhan yang dialamatkan pada PKI. Prita Maulina, siswi kelas 12 SMA Muhammad Husni Thamrin mengatakan, kisah tersebut banyak mengandung fitnah.
"Enggak percaya soalnya aku pikir kok sadis banget. Rekayasa sih enggak karena mereka beneran mati. Tetapi ada pihak lain yang ingin memfitnah PKI itu."
Deka, siswi SMK 20 Jakarta mencoba lebih terbuka.
"G30s banyak versi. Yang jelas itu bukan kerjanya PKI. Karena banyak versi itu, jadi belum bisa dipastikan itu kelakuan PKI atau tidak. Dari buku-buku memang disebutkan PKI. Kalau memang kerjaan PKI, buku-buku itu harusnya konsisten dong, menulis G30 S garis miring PKI, tetapi sekarang dihilangkan setelah Orde Baru lengser. Jadi belum bisa dipastikan."
Pemahaman yang berbeda terkait Tragedi '65 terus muncul setelah Suharto lengser. Sejarawan muda, Hendri Isnaeni mengatakan, kisah-kisah dari peristiwa '65 tidak lagi terkurung pada versi tunggal Orde Baru.
"Selama 32 tahun masa orba, kita disajikan sejarah yang monoversi dan doktriner kita disajikan buku yang dibuat penguasa. Sejarah penguasa. Selama itu kita hanya tahu bahwa peristiwa itu dilakukan PKI. Setelah orba tumbang, muncul suara-suara saksi yang mengalami pada masa itu. Buku-buku juga banyak diterbitkan. Versi-versi lain juga muncul."
Versi-versi lain yang muncul itu utamanya untuk menjawab manipulasi sejarah versi Orde Baru terhadap peristiwa G30S, lanjut Hendri.
"Setelah reformasi kita memperoleh versi lain, bahwa ada pihak lain yang terlibat. Dalam artian versi peristiwa itu (dimanipulasi-red). Kemudian konteks peristiwa itu sendiri, pembunuhan para jendral dan gerwani. Mereka buat peristiwa penyayatan para jendral yang sudah mati. Kemudian ada ritual tari bunga di lubang buaya. Itu mereka kontruksi. Lalu dengan media, mereka buat film Pemberontakan G30S/PKI. Itu propaganda. Itu sebenarnya upaya mereka dalam mendoktrin."
Hendri menambahkan, berbagai versi menunjukan dari hasil otopsi mayat para jendral tidak ditemukan adanya bekas sayatan seperti yang diklaim Orde Baru.
Awal tahun ini diadakan Kompetisi Menulis Essai : Menyembuhkan Luka Sejarah, Refleksi Kaum Muda atas Tragedi 1965". Ratusan anak muda berpatisipasi mengirimkan tulisan mereka tentang tragedi 1965. 50 diantaranya masuk dalam kompilasi buku yang akan diterbitkan awal bulan depan. Salah satunya tulisan milik sang juara, Aunurrahman Wibisono. Lulusan Universitas Jember itu menyoroti tragedi 1965 dari sisi kebudayaan.
Dia menyoroti lagu Genjer-genjer yang oleh Orde Baru dianggap identik dengan komunisme. Padahal lagu tersebut diciptakan oleh seniman Muhammad Arif untuk menggambarkan penderitaan masyarakat di bawah penjajahan Jepang.
"Yang menarik ya itu, setelah aku baca-baca, google, setelah tahun 2011 pun, lagu genjer genjer masih dianggap lagu komunis. Makanya kenapa aku tertarik membahas lagu genjer genjer dan istilahnya sejarah yang diselewengkan. Akhirnya setelah googling, nyari banyak info, ketemu teman pencipta lagunya, banyak terungkaplah fakta yang istilahnya, mencengangkan untuk aku.
Sementara itu Yoga Pratama Samsugiharja, mahasiswa Universitas Gajah Mada melihat pandangan tentang golongan kiri dalam kehidupan berbangsa. Hendri Isnaeni, menceritakan tulisan Yoga.
"Ideologi kiri dianalogikan sebagai sesuatu yang jahat dan jorok. Ternyata dia membaca sejarah, bahwa kiri berperan besar dalam membangun nation. Misalnya kalau disebut PKI, jangan dilihat peristiwa 1948, 1965. Tetapi lihat juga pemberontakan tahun 1926, itu pemberontakan pertama Indonesia terhadap kolonial Belanda itu dilakukan oleh PKI."
Pemahaman anak muda akan sejarah bergantung juga pada pendidikan yang dia dapatkan di bangku sekolah. Dan ini bergantung juga pada gurunya. Warsono, guru SMA 107, Cakung, Jakarta Timur mengaku kesulitan dalam mengajarkan bab peristiwa 1965 kepada muridnya.
"Penulis pernah mencoba beberapa buku dengan tidak mencantumkan PKI di belakangnya. Tetapi itu kan bermasalah oleh pemerintah. Dan kami di sekolah pemerintah sebetulnya iya aja apa yang disodorkan pemerintah. Baik yang menggunakan istilah PKI atau tidak. Tetapi sekarang ke sininya sudah dilarang yang tidak menggunakan PKI. Kalau saya sebagai guru, mau menggunakan PKI atau tidak itu otoritas saya sebagai guru sejarah."
Setelah masa reformasi guru-guru sejarah mencoba membuat perubahan dalam penyampaian sejarah 65. Seperti apa ?
Peran Guru Sejarah
Gerakan 30 September dalam mata pelajaran sejarah mengalami beberapa kali perubahan isi. Mulai dari penghapusan kata PKI, sampai penambahan versi-versi lain dari hasil penelitian atau liputan media. Warsono, guru sejarah SMA 107, Cakung Jakarta Timur.
"Setelah reformasi ini agak berbeda. Kalau sebelumnya kan dominan versi pemerintah saja. Setelah reformasi ini saya lihat sudah ada pendapat tidak melulu pemerintah, tetapi ada pendapat penulis, wartawan luar juga dicantumkan. Dengan harapan siswa dapat mengambil kesimpulan sendiri, peristiwa itu bagaimana."
Nani Asri, guru sejarah SMA Muhammad Husni Thamrin, Jakarta Timur mengatakan, dengan munculnya versi-versi lain maka siswa harus diberi kebebasan dalam memahami sejarah '65. Tidak hanya terpaku pada materi buku teks pelajaran.
"Saya bilang begini, kalau saya bahas tentang G30S PKI, apa yang ada dalam kepala kamu? Mereka jawabnya apa, Soeharto harus terima kasih sama PKI, kalau tidak ada PKI dia tidak akan jadi presiden. Itu materi bahasan yang sifatnya kontroversi. Tetapi memang anak sekarang harus dihadapkan pada materi yang sifatnya kontroversi."
Untuk mempermudah penyampaian materi Sejarah '65, Warsono, guru sejarah SMA 107 Jakarta Timur mencoba membuat metode baru. Ia membuat modul untuk memudahkan penyampaian materi pelajaran ke siswa. Termasuk merangkum kisah G30S dengan berbagai versi.
"Sebetulnya versi pemerintah masih ada, cuma ada perubahan yang agak moderat dan agak bebas. Tetapi tetap saja semua tergantung guru di kelas. Atau misalnya menyampaikan sesuatu yang seperti apa itu tergantung guru di kelas. Meskipun di buku tidak ada atau di kurikulum tidak ada."
Nani juga mengajak siswa untuk mengungkap sisi yang tidak pernah terungkap dalam peristiwa G30, yaitu dari sisi korban. Kata Nani, cerita korban tidak pernah diceritakan dalam teks pelajaran maupun buku-buku terbitan orde baru.
"Kita juga harus melihat versi dari sisi korban. Ini yang tidak pernah terungkap dalam sejarah Indonesia, dan anak anaknya perlu tahu, ini ada korbannya lho. Barangkali itu harus dibicarakan ke anak, agar mereka jadi lebih wise, melihat dari sisi A-B-C. Jangan tanpa pertimbangan, mereka harus melihat. Yang tidak diungkapkan itu dari sisi korban."
Secara pribadi, Nani memiliki pengalaman pribadi dengan peristiwa G30S. Pamannya adalah salah satu korban konspirasi G30S.
"Saya cerita saya punya pakde, dia ditahan di Nusakambangan. Dia dulu tentara. Pada waktu peristiwa itu berlangsung, dia cuma patuh pada atasan. Dan dia tidak tahu kalau dia termasuk orang yang tersangkut dalam peristiwa itu. Dan dia harus mendekam di Nusakambangan selama 12 tahun, meski memang melalui proses pengadilan, yang tidak jelas. Kenapa saya? Kenapa saya ditahan? Itu kan dari sisi korban. Dan banyak cerita seperti itu di Indonesia pada masa itu."
Akhirnya anak muda bisa membuat kesimpulan sendiri. Pemenang Kompetisi Menulis Essai 65, Aunurrahman Wibisono.
"Akhirkan aku tahu bahwa sejerah dibuat pemenang, oleh penguasa. Sejarah bisa dijungkarbalikkan semudah telapak tangan. Aku sebenarnya yang lebih concern ke masalah kecil, macam lagu genjer genjer. Karena sejarah G30S macam puzzle, sementara banyak puzzle besar yang belum terungkap, juga puzzle kecil macam lagu genjer genjer itu."
Sejarawan muda Hendri Isnaeni mengatakan, apa yang ada di buku Kumpulan Essai 65 menunjukan sikap kritis anak muda saat ini dalam memandang seajrah '65.
"Yang cukup mengejutkan dari semua naskah yang kita baca, mayoritas peserta memiliki pemahaman baru terhadap peristiwa 65. Mereka tidak serta merta memberikan garis miring PKI bagi persitiwa 65. Bahkan mereka mendapatkan pemahaman sejarah mulai dari sekolah. Kita bersyukur juga sekolah sudah mulai memasukkan infromasi tentang 65 itu tidak monolitik."
Tujuannya adalah satu, bersama-sama meluruskan kembali Peristiwa G30S, salah satu sejarah kelam negeri ini.
***
Kunjungi situs INTI-net
http://groups.yahoo.com/group/inti-net
Kunjungi Blog INTI-net
http://tionghoanet.blogspot.com/
http://tionghoanets.blogspot.com/
Tulisan ini direlay di beberapa Blog :
http://jakartametronews.blogspot.com/
http://jakartapost.blogspot.com
http://indonesiaupdates.blogspot.com
*Mohon tidak menyinggung perasaan, bebas tapi sopan, tidak memposting iklan*
CLICK Here to Claim your Bonus $10 FREE !
http://adv.justbeenpaid.com/?r=kQSQqbUGUh&p=jsstripler5
0 komentar:
Posting Komentar